11 November 2013

Catatan Kak Mastindi



Di Tulis Oleh: Ust. Kak Mastindi
Bila dalam Qaidah usul mengatakan “al aslu fil amri lil wujub (kata perintah menunjukkan suatu kewajiban) tentu mahfum mukhalafahnya “an-nahyi lil haram (larangan menunjukkan keharaman)
Perbuatan zinah terjadi tidak berdiri sendiri, ada peran pihak lain, walaupun tidak instan, itulah sebabnya , larangan untuk satu objek (maf’ul) yang mufrad/tunggal ditujukan kepada subjek yang jama’/banyak.
Untuk mencegah terjadinya fre sex di kalangan remaja , atau bahkan yang sudah berkeluarga tidak cukup hanya dibebankan kepada tokoh agama seperti ulama, Kiai atau guru ngaji, ataupun tokoh masyarakat baik mitra pemerintah maupun strukturnya juga aparat penegak hukum, tidak mungkin ketiga institusi tersebut berjalan atau bekerja sendiri, semuanya mutlak memerlukan kerja sama (bukan sama-sama bekerja) sekali lagi kerja sama yakni adanya koordinasi antar lembaga hingga tercipta sinergi (bentuk kerja sama kreatif) yang mumpuni dalam mempersempit gerak prilaku maksiat tersebut. Tak lupa juga peran serta orang tua .
Peran serta tokoh agama sebagai pengawal moral ummat mutlak diperlukan dalam bentuk pembinaan spiritual atau ruhiyahnya, jangan heran manakala remaja kita rusak, ummat lebih menyenangi kemungkaran, kalau kewajiban berdakwah hanya terhenti di surau atau langgar , bahkan acuh saat melihat kemungkaran terjadi di depan matanya,atau metodologi dalam berdakwah membuat para santri jemu atau bosan.
Tokoh masyarakat dan struktur pemerintah sebagai kepanjangan tangan ulil amri yang lebih dekat kepada masyarakat tidak atau kurang pengarahkan kepada kegiatan yang positif, hingga begitu banyak waktu luang yang pada akhirnya membuka peluang terjadinya tindakan-tindakan di luar logika moral yang sehat.
Begitu pun penegak hukum harus lebih pro aktif tanpa harus menunggu laporan masyarakat , apalagi kultur masyarakat desa , yang mana mereka lebih memilih aman dan dapat bekerja dengan tenang, artinya tanpa ada perasaan terancam karena turut campur mengurusi masalah moral atau urusan orang lain,.pemetaan wilayah hukum dari rawan dan aman tidak sekedar berupa denah belaka .
Terakhir orang tua harus lebih ketat lagi dalam mengawasi putra putrinya, dalam sebuha haditsnya rasul bersabda
“dinul mar a muallaqun ‘ala dini khalilihi (agama seseorang tergantung agama temannya)
Artinya :Perhatikan !.. dengan siapa anak kita berteman , sebab secara psikologis seseorang berteman dan bersahabat karena adanya kesamaan persepsi, hobby bahkan adanya waktu luang yang sama, batasi fasilitas alat komunikasi yang tidak diperlukan bahkan cenderung di salah gunakan oleh putra-putri kita.
Terakhir , kemungkaran sudah ada sejak pertama kali manusia diciptakan, karena itulah Allah memberi kita aturan yang berupa agama, jadi , kembali ke agama secara utuh adalah jalan terbaik membentengi anak-anak kita agar tidak menjadi kaki tangan Iblis di muka bumi.
Catatan ini bagian dari wujud keprihatinan saya terhadap kampung halaman, namun saya yakin semua telah menjalankan fungsi dan tugasnya.

Tidak ada komentar: